Di era digital saat ini, layanan perbankan melalui perangkat seluler (M-Banking) telah menjadi kebutuhan utama masyarakat. Sayangnya, kemajuan teknologi juga diiringi dengan meningkatnya kejahatan siber, khususnya perentasan atau pembobolan akun M-Banking yang kian marak terjadi. Menghadapi fenomena ini, AKBP Malvino Edward Yusticia Sitohang, seorang perwira menengah Polri yang dikenal dengan kepeduliannya terhadap keamanan digital dan perlindungan masyarakat, menyampaikan pandangannya secara tegas namun edukatif.
Keprihatinan terhadap Meningkatnya Kejahatan Siber
AKBP Malvino mengungkapkan bahwa peningkatan kasus perentasan M-Banking merupakan alarm penting bagi semua pihak — bukan hanya penegak hukum, tetapi juga institusi keuangan dan masyarakat itu sendiri. Ia menyebut bahwa para pelaku kini tidak lagi mengandalkan kekerasan fisik, melainkan kecanggihan teknologi untuk mengelabui korban.
“Serangan siber tidak mengenal batas wilayah. Pelaku bisa dari luar negeri, namun korbannya adalah masyarakat kita yang lengah terhadap keamanan digital. Ini tantangan nyata bagi sistem perlindungan konsumen di era modern,” ujar AKBP Malvino.
Literasi Digital sebagai Garis Pertahanan Pertama
Menurut AKBP Malvino, akar masalahnya tidak hanya terletak pada aspek teknis, tetapi juga rendahnya literasi digital di kalangan pengguna. Banyak korban yang tanpa sadar membocorkan informasi sensitif seperti OTP, PIN, atau bahkan mengunduh aplikasi yang mengandung malware.
“Masyarakat perlu memahami bahwa saat ini ponsel adalah dompet kedua. Jadi, perlindungannya harus sama ketatnya. Jangan mudah percaya dengan tautan mencurigakan atau panggilan yang mengatasnamakan bank,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan kepada masyarakat, baik melalui kampanye publik, media sosial, hingga pelatihan yang melibatkan aparat dan institusi perbankan.
Peran Polri dalam Membangun Keamanan Siber
Sebagai aparat penegak hukum, AKBP Malvino juga menyoroti pentingnya penguatan kemampuan digital di internal Polri. Ia mendorong terbentuknya satuan-satuan siber yang mampu bergerak cepat dalam menangani laporan dan membongkar jaringan kejahatan digital.
“Polri tidak boleh tertinggal dalam hal teknologi. Penegakan hukum harus didukung dengan forensik digital yang kuat, serta kerja sama lintas lembaga, termasuk dengan bank, OJK, dan Kominfo,” jelasnya.
Ia juga mendorong masyarakat untuk tidak segan melapor jika menjadi korban, karena setiap laporan adalah langkah awal dalam memutus mata rantai kejahatan siber.
Penutup: Kolaborasi adalah Kunci
AKBP Malvino Edward Yusticia Sitohang menegaskan bahwa menghadapi kejahatan digital tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Butuh kolaborasi — antara aparat, penyedia layanan keuangan, media, dan pengguna — untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan berkelanjutan.
“Keamanan digital adalah tanggung jawab bersama. Saat masyarakat semakin sadar dan waspada, saat itulah pelaku kehilangan ruang geraknya,” tutupnya.