Indonesia sedang memperkuat ekosistem keuangan syariahnya, dan salah satu langkah strategis yang didorong oleh Bank Indonesia (BI) adalah spin-off unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional menjadi Bank Umum Syariah (BUS) yang mandiri. Langkah ini bukan sekadar formalitas, melainkan upaya mendasar untuk meningkatkan daya saing, inklusi, dan literasi keuangan syariah di Tanah Air.
Mengapa BI Mendorong Spin-off?
Dorongan BI untuk melakukan spin-off ini dilandasi oleh beberapa tujuan utama dan pertimbangan strategis:
- Peningkatan Fokus Bisnis dan Kinerja: Sebagai UUS, unit syariah sering kali masih terikat pada kebijakan dan infrastruktur bank induk konvensional. Dengan menjadi BUS mandiri, mereka akan memiliki otonomi penuh dalam mengembangkan strategi, produk, dan operasional yang sepenuhnya berorientasi syariah. Ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja bisnis secara signifikan.
- Peningkatan Daya Saing: Industri perbankan syariah di Indonesia masih memiliki pangsa pasar yang relatif kecil dibandingkan perbankan konvensional. Dengan adanya BUS yang lebih mandiri dan berfokus, diharapkan akan tercipta bank-bank syariah yang lebih kuat, sehat, dan mampu bersaing tidak hanya di pasar domestik tetapi juga regional.
- Memperkuat Identitas Syariah: Pemisahan dari bank induk konvensional akan memperkuat identitas dan kemurnian syariah dari lembaga keuangan tersebut. Ini dapat meningkatkan kepercayaan publik, khususnya umat Muslim, terhadap produk dan layanan keuangan syariah, yang pada gilirannya dapat mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah. Data terbaru menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan syariah nasional masih rendah (sekitar 43,42%) dibandingkan konvensional.
- Optimalisasi Sumber Daya: Dengan menjadi entitas terpisah, BUS dapat mengalokasikan sumber daya manusia dan keuangan secara lebih efektif untuk pengembangan produk dan layanan syariah yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
- Memenuhi Regulasi: Dorongan spin-off ini juga sejalan dengan amanat Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah. POJK ini mewajibkan UUS untuk melakukan spin-off jika asetnya telah mencapai 50% dari total aset bank induknya, atau jumlah asetnya paling sedikit Rp50 triliun.
Regulasi dan Progres Spin-off
Regulasi terkait spin-off UUS telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang kemudian direvisi oleh Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta diimplementasikan melalui POJK No. 12 Tahun 2023.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai pengawas, turut aktif memelototi komitmen bank-bank konvensional dalam melakukan spin-off UUS mereka. Beberapa bank telah menunjukkan progres signifikan, dan diproyeksikan akan ada dua bank syariah besar baru yang akan menjadi pesaing Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam waktu dekat hasil dari proses spin-off ini. Contohnya, Bank BTN dan CIMB Niaga adalah dua bank yang UUS-nya telah menyatakan kesiapan untuk melakukan spin-off dengan batas akhir tahun 2026.
Dampak dan Tantangan
Dampak dari kebijakan spin-off ini diharapkan positif, yaitu terciptanya industri perbankan syariah yang lebih mandiri, inovatif, dan kompetitif. Namun, ada juga tantangan yang perlu dihadapi, seperti kesiapan permodalan BUS yang baru, pengembangan sumber daya manusia yang kompeten, serta potensi efisiensi operasional di awal masa kemandirian. Beberapa pihak juga menyuarakan bahwa spin-off harus dipersiapkan dengan matang, khususnya aspek permodalan dan SDM, agar tidak justru membebani BUS yang baru berdiri.
Secara keseluruhan, dorongan BI untuk spin-off UUS adalah langkah progresif yang bertujuan untuk memperkuat fondasi ekonomi syariah Indonesia. Dengan dukungan regulasi dan komitmen dari pelaku industri, diharapkan sektor perbankan syariah dapat tumbuh lebih pesat dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional.