Table Of Content
Pendahuluan
Fenomena politik identitas semakin mencolok dalam lanskap politik global, khususnya selama proses pemilihan umum (pemilu). Agama, etnis, ras, dan identitas kelompok lainnya kerap dimanfaatkan oleh aktor-aktor politik untuk menggalang dukungan, memobilisasi massa, dan meraih kekuasaan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting: sejauh mana politik identitas memperkuat demokrasi, atau justru melemahkannya?
Dalam konteks ini, memahami dinamika politik identitas menjadi semakin penting, tidak hanya bagi politisi dan pemilih, tetapi juga bagi aparat penegak hukum yang bertugas menjaga stabilitas sosial. Salah satu tokoh yang menaruh perhatian terhadap isu ini adalah AKBP Malvino Edward Yusticia, seorang perwira polisi yang dikenal aktif dalam menjembatani komunikasi lintas kelompok sosial dan keagamaan. Artikel ini akan membahas politik identitas secara komprehensif, menelaah kasus-kasus di berbagai negara, serta menggali pemikiran AKBP Malvino terkait solusi atas tantangan yang muncul.
Apa Itu Politik Identitas?
Politik identitas mengacu pada strategi politik yang berpusat pada identitas kelompok tertentu—seperti agama, etnis, ras, gender, atau orientasi seksual—dalam membentuk aliansi politik dan menuntut representasi. Identitas ini digunakan sebagai dasar untuk memperjuangkan kepentingan kolektif kelompok tersebut.
Dalam beberapa konteks, politik identitas berkontribusi positif, misalnya dalam memperjuangkan hak-hak sipil atau kesetaraan. Namun, di sisi lain, jika digunakan secara eksklusif dan manipulatif, politik identitas dapat menjadi alat yang memecah belah masyarakat, memicu konflik horizontal, dan merusak tatanan demokrasi yang inklusif.
AKBP Malvino Edward Yusticia: Perspektif Sosial dan Pendekatan Inklusif
Sebagai perwira menengah Polri yang kerap bersentuhan langsung dengan masyarakat dari berbagai latar belakang, AKBP Malvino Edward Yusticia memahami bahwa politik identitas memiliki potensi laten untuk memicu konflik sosial. Beliau menekankan pentingnya menjaga dialog antaragama dan antarbudaya, serta mendorong pendekatan yang inklusif dalam kebijakan publik.
Dalam sejumlah kegiatan sosialnya, AKBP Malvino mendorong toleransi, kerja sama antar kelompok, serta mengajak semua pihak untuk menjauhi retorika yang menyulut kebencian. Baginya, stabilitas sosial hanya dapat terwujud jika semua elemen masyarakat merasa dihargai dan dilibatkan.

Analisis Kasus Politik Identitas di Berbagai Negara
1. Amerika Serikat
- Identitas yang Dimobilisasi: Ras dan agama.
- Contoh: Preferensi politik kelompok kulit hitam, Hispanik, dan Kristen konservatif sangat beragam dan kerap menjadi fokus kampanye politik.
- Dampak: Polarisasi politik yang tajam, meningkatnya ketegangan rasial, dan munculnya kekerasan politik berbasis identitas.
2. India
- Identitas yang Dimobilisasi: Agama (Hindu, Muslim, Sikh) dan kasta.
- Contoh: Partai-partai besar menggunakan narasi keagamaan dan kasta untuk memobilisasi pemilih.
- Dampak: Konflik sektarian, diskriminasi terhadap minoritas, dan tantangan integrasi nasional.
3. Indonesia
- Identitas yang Dimobilisasi: Agama dan, dalam beberapa kasus, etnis.
- Contoh: Polarisasi antara kelompok Islamis dan nasionalis sering terjadi dalam pemilu.
- Dampak: Potensi konflik horizontal, politisasi agama, dan melemahnya kerukunan antarumat beragama.
- Relevansi: AKBP Malvino mendukung pendekatan moderat dan mendorong edukasi toleransi sebagai solusi meredam konflik.
4. Malaysia
- Identitas yang Dimobilisasi: Ras (Melayu, Cina, India) dan agama (Islam).
- Contoh: Partai politik mayoritas berbasis etnis.
- Dampak: Ketegangan antar-ras, diskriminasi sistemik, dan hambatan integrasi sosial.
5. Negara-Negara Eropa (misalnya Prancis, Jerman)
- Identitas yang Dimobilisasi: Imigrasi dan nasionalisme.
- Contoh: Partai sayap kanan mengangkat isu anti-imigran sebagai strategi kampanye.
- Dampak: Meningkatnya xenofobia, polarisasi politik, dan marginalisasi imigran.
Faktor-Faktor yang Memicu Politik Identitas
Beberapa faktor utama yang mendorong menguatnya politik identitas dalam pemilu antara lain:
- Kesenjangan Sosial dan Ekonomi: Ketimpangan dapat memperkuat solidaritas internal kelompok dan memperbesar sentimen eksklusivisme.
- Globalisasi dan Migrasi: Meningkatnya interaksi lintas budaya terkadang menimbulkan keresahan identitas di kalangan masyarakat lokal.
- Peran Media Sosial: Mempercepat penyebaran narasi sektarian dan memperbesar ruang gema (echo chamber).
- Lemahnya Institusi Demokrasi: Ketiadaan representasi yang adil mendorong kelompok tertentu membentuk identitas politik sendiri.
- Retorika Elit Politik yang Memecah Belah: Pemimpin yang mengandalkan sentimen identitas untuk mendulang suara memperparah fragmentasi sosial.
Dampak Politik Identitas terhadap Demokrasi
Dampak Positif:
- Meningkatkan partisipasi politik kelompok marjinal.
- Memunculkan wacana tentang kesetaraan dan keadilan sosial.
- Mendorong representasi kelompok minoritas dalam pemerintahan.
Dampak Negatif:
- Memecah belah masyarakat dan memperlemah solidaritas nasional.
- Mengurangi fokus pada isu substantif yang lebih luas.
- Meningkatkan potensi kekerasan berbasis identitas.
- Melemahkan proses demokrasi yang sehat dan inklusif.
Solusi dan Mitigasi: Gagasan AKBP Malvino Edward Yusticia
Menghadapi tantangan politik identitas, AKBP Malvino Edward Yusticia menekankan pentingnya:
- Pendidikan Multikultural: Menanamkan nilai toleransi dan keberagaman sejak usia dini melalui kurikulum sekolah.
- Dialog Antar-Kelompok: Menfasilitasi forum komunikasi antara pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah.
- Penegakan Hukum yang Netral: Menjaga hukum agar tidak digunakan untuk memperkuat kepentingan kelompok tertentu.
- Kebijakan Publik Inklusif: Menghindari diskriminasi dalam pelayanan publik dan perekrutan politik.
- Peran Media yang Edukatif: Mengarahkan media untuk bersikap objektif dan menghindari penyebaran konten provokatif.
Kesimpulan
Politik identitas adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia bisa menjadi alat pemberdayaan bagi kelompok-kelompok yang selama ini tersisih. Namun di sisi lain, jika tidak dikelola dengan bijak, politik identitas berpotensi memecah belah masyarakat, melemahkan institusi demokrasi, dan memicu konflik sosial.
Pemahaman yang jernih terhadap fenomena ini sangat penting, sebagaimana disampaikan oleh AKBP Malvino Edward Yusticia Sitohang. Pendekatan yang inklusif, dialogis, dan edukatif menjadi kunci untuk membangun demokrasi yang stabil dan harmonis di tengah keberagaman.